Lucy Buck, perempuan kelahiran 32 tahun lalu ini, sukses merintis karir sebagai produser TV Inggris dan berhasil menelurkan beberapa program acara realita yang sangat populer di Inggris seperti Hell’s Kitchen, Love Island, House Of Tiny Tearaways dan yang terakhir Big Brother.
Di puncak karirnya, Lucy menerima bayaran 1.200 euro per minggu (16 juta), tinggal di beberapa hotel mewah saat melakukan liputan di beberapa negara eksotis seperti Fiji, menghadiri perjamuan makan malam di berbagai restoran mahal, rutin menjalani perawatan tubuh di salon kecantikan top London.
Namun di balik gemerlap harta dan kesuksesan yang dialaminya. Lucy pernah memiliki sebuah angan-angan mulia. Saat berusia 17 tahun, ia bersama sekolahnya meng-adakan sebuah kunjungan ke Gambia untuk menyaksikan kehidupan anak-anak yatim piatu. Kenangan tersebut tidak pernah lenyap dalam ingatan Lucy dan sejak itu ia selalu menyimpan harapan untuk kembali ke Afrika.
Lucy mengunjungi Kenya 2006 lalu, untuk meliput situasi rusuh akibat 4 tahun kemarau panas berkepanjangan yang mengakibatkan jutaan orang mengalami kelaparan. Hatinya sangat terguncang saat menyaksikan dirinya dikelilingi oleh bayi dan anak-anak yang semuanya memperlihatkan gejala kelaparan parah. Di tahun yang sama saat melakukan sebuah perjalanan, ia menjadi saksi kematian seorang bayi laki-laki berusia 4 bulan.
Lucy teringat, “Kami menemukan seorang bayi bernama Abraham yang ditinggalkan begitu saja di sebuah parkiran mobil. Namun tidak ada tindakan apapun yang dilakukan padanya. Akhirnya ia meninggal.”
“Tidak ada siapa pun yang mengenalnya atau menyayanginya. Itu merupakan pengalaman yang paling emosional dan terus terngiang dalam pikiran yang membuatku tidak bisa hanya berdiam diri saja.”
Kembali ke Inggris, Lucy berjuang untuk menyesuaikan keadaan dengan rutinitas keseharian yang padat dan mulai menggarap program Big Brother. Namun, ternyata ia tidak merasakan kesenangan seperti yang dirasakannya saat melakukan tugas sosial. Ia membuat sebuah keputusan, yaitu kembali ke Afrika.
Akhirnya Januari 2008, Lucy mengambil sebuah langkah besar dalam hidupnya, mundur dari produser dan pindah ke Kampala untuk menjalankan penuh tugas sosialnya. Sebuah perjuangan yang tidak mudah, menggalang dana dari berbagai kalangan dan mengajukan permohonan bantuan ke pemerintah.
Tanpa terasa dua tahun berlalu. Kini, ia mengenakan sandal jepit, mandi air dingin untuk menghemat listrik, bahkan televisi pun tak ada.
Selain mendirikan Child’s I Foundation, badan amal yang dirintisnya sendiri, Lucy juga akan segera membuka pintu lebar-lebar bagi anak-anak yatim piatu di Kampala.
“Kampala adalah tempat yang ramai dan indah, namun memiliki kelemahan yang tragis. Di sini banyak sekali bayi terlantar dan hal ini sudah menjadi masalah besar. Setidaknya seminggu sekali aku mendapat kabar dari badan pengawas setempat mengenai laporan bayi yang ditinggalkan di rumah sakit,” ujar Lucy.
“Aku bahagia bisa menggendong makhluk-makhluk kecil ini dan aku akan membantu mereka menjalani hidup yang lebih berarti.” (Eva Chen/The Epoch Times)
sumber : erabaru.net
0 Comments:
Post a Comment